Efek Ben Franklin dan manfaat

mojok.co

Ben Franklin Effect merupakan suatu kejadian dimana orang akan tertarik dengan kita terutama setelah membantu kita. Kondisi membantu disini bukan berarti selalu hal yang sulit atau yang besar dilakukan, semuanya dapat dimulai dari hal yang kecil, misalnya seperti sekadar meminjam buku atau alat tulis sehingga orang yang belum kita kenal menjadi mengenal dan akrab dengan kita.

Oleh kearenanya, sikap kompetitif pada manusia selalu punya intrinsik saling mengalahkan, dan tentu itu nggak lepas dari sikap membenci. Jadi di belakang Kebutuhan manusiawi untuk menyenangkan ini sebenarnya didasarkan pada disonansi kognitif atau lebih tepatnya, dimotivasi oleh minat untuk mencegah disonansi ini terjadi. Seseorang mempunyai rasa benci sebenarnya bisa diungkap dalam salah satu teori psikologi sosial, yang disebut sebagai “disonansi kognitif”.

Teori ini ditemukan oleh seorang psikolog Amerika bernama Leon Festinger pada tahun 1950 an. Bunyi sederhana dari teori disonansi kognitif kira-kira begini, “ketika pemikiran dan keyakinan itu tidak selaras dengan perilaku seseorang, maka akan menyebabkan ketidaknyamanan terhadap perasaan”. Ketika ada orang yang benci sama kita, sehingga pasti itu mulanya berangkat pada yang namanya prejudice (prasangka). Teori disonansi kognitif ini lebih masyhur di kalangan wacana psikologi dengan sebutan “Benjamin Franklin effect”. Kala itu teori tersebut dipakai oleh salah satu tokoh politik Amerika Serikat bernama Benjamin Franklin untuk mempersuasi lawan politknya.

Baca juga: Barnum Efek

Singkat cerita, si Franklin ini mengambil sikap yang berlawanan terhadap musuh politiknya dengan cara meminjam buku. Musuh politik Franklin terheran, sebab mengapa Franklin yang terkenal pintar dan menjadi musuh politik, lantas meminta tolong untuk meminjam buku. Dari kejadian itu akhirnya musuh Franklin lambat-laun menjadi teman baik atau menemukan cinta sejati.

Kejadian Franklin bisa kita lihat korelasinya dengan teori disonansi kognitif yang sudah saya jelaskan di atas tadi, bahwa manusia itu selalu ingin menstabilkan dan mengkonsistensikan antara perasaan dan perilakunya. Seperti halnya contoh di atas, musuh Franklin akhirnya nggak nyaman dengan perasaan ‘bencinya’ terhadap Franklin, walhasil ia mengubah perilakunya agar selaras dengan perasaan baik yang diterima akibat perilaku Franklin. Inilah dampak nyata Benjamin Franklin effect. Hal ini tentu bida diterapkan apabila terjadi kompetitif di dalam kelompok sosial sehingga seseorang dapat lebih mengenal dan akrab kepada kita.